MULA-MULA aku risi mendengar omongannya.
Tetapi kata-kata itu, lama-lama tidak terlalu menggangguku. Ia menjadi
sama dengan kebiasaan seorang teman yang di mana pun selalu tidak nyaman
kalau tidak memasukkan jari telunjuknya ke lubang hidung; ngupil. Atau
teman lain yang sukanya, walau tidak sedang pilek, menarik napas sampai
tedengar bunyi 'ngok' di hidungnya, lalu meludahkan --entah ingus, entah
dahak-- itu tidak jauh dari tempatnya berada.
"Ibuku bidadari, ayahku bajingan," selalu ia berkata begitu.
Mula-mula aku tidak percaya, tetapi argumentasinya membuatku
berkesimpulan omongannya itu masuk akal. Aku kemudian ingat cerita
tentang Joko Tarub dan Nawangwulan. Jadi, apakah temanku ini anaknya
Joko Tarub?
"Malam itu ayahku sedang mabuk. Dan ia tidak tahu
kalau perempuan cantik --yang juga sedang mabuk itu-- yang baru ditidurinya itu adalah bidadari.
Sementara si bidadari itu tidak tahu kalau ayahku adalah seorang
bajingan..." *****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar